Minggu, 14 Oktober 2018

Memahami Aliran - Aliran Ilmu Kalam

Saya Wahyu Amarullah setelah beberapa waktu silam saya menjelaskan pengalaman saya dalam mengenal tuhan dan kali ini saya akan menjelaskan pengalaman saya dalam memahami aliran – aliran Ilmu Kalam, dalam hal ini saya akan menjelaskan dengan gaya bahasa saya sendiri, semoga para pembaca bisa memahami dan tidak jenuh mendengar cerita  atau tulisan saya.
            Langsung saja, dalam pembelajaran Ilmu Kalam kita pernah mendengar aliran- aliran dalam ilmu kalam apasih sebenarnya adanya sebuah aliran tersebut dan apasih tujuan utamanya sehingga ada aliran- aliran dalam ilmu kalam, aliran ilmu kalam tergolong menjadi beberapa bagian yaitu antara lain:
-          Khawarij dan Murji’ah
-          Jabariah Dan Qadariah
-          Mu’tazilah
-          Syiah
Kali ini mari saya akan sedikit gambarkan aliran – aliran tersebut satu persatu sesuai apa yang saya dapatkan baik dalam buku – buku maupun dari guru yang pernah mengajar ilmu kala m kepada saya yang pertama.
a.       Khawarij
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologisnya terutama yang berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politik daripada ilmiah-teoritis. Satu perbedaan aliran khawarij dengan aliran lainnya adalah mereka sangat mudah menghukumi “kafir” bagi orang-orang yang tidak mau mengikutinya. Misalnya, Nafi’I bin Azraq yang digelari Amirul Mu’minin oleh aliran Khawarij, memfatwakan bahwa barang siapa membantahnya maka dia adalah kafir yang halal darahnya, halal hartanya dan halal anak istrinya. Dalil yang mereka pakai untuk pendirian ini adalah Q.S. Nuh (71) ayat 26-27:
وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لا تَذَرْ عَلَى الأرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (٢٦)إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلا يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا (٢٧)
Artinya :
“Nuh mendo’a: Wahai Tuhanku! Jangan Engkau biarkan orang-orang kafir itu bertempat tinggal dimuka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu berterima kasih”.

Inilah pendapat yang sangat keterlaluan dari Khawarij yang memakai kalimat orang-orang kafir bagi orang Islam yang menjadi lawan politiknya. Kebenaran pernyataan ini tidak dapat disangkal karena seperti yang diketahui bersama, Khawarij muncul karena persoalan-persoalan teologis seputar masalah mu’min atau kafirkah Ali, Muawiyah dan pengikutnya? Jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta para pengikutnya telah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah berbuat dosa besar. Dan semua pelaku dosa besar, menurut semua sub sekte khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya.
Iman menurut aliran Khawarij bukan merupakan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah menjadi rukun iman juga. Dan menurut aliran Khawarij, orang yang tidak melakukan shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya yang diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir. Jadi apabila sekarang mukmin melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu termasuk kafir dan wajib diperangi serta boleh di bunuh. Harta bendanya boleh dirampas menjadi harta ghanimah.

b.      Murji’ah
        Aliran Murji’ah membentuk suatu faham dalam ushuluddin yang berbeda dengan aliran Khawarij, syi’ah dan Ahlussunnah. Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim di hadapan Tuhan, karena Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Aliran Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya golongan Murji’ah terbagi kepada dua golongan besar yaitu “golongan ekstrim” dan “golongan moderat”.
a.    Murji’ah ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada di hatinya. Oleh karena itu segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di hadapan Tuhan.
Dosa bagi aliran Murji’ah tidak menjadi sebuah masalah, kalau ada iman dalam hati. Mereka berpendapat bahwa iman adalah tashdiq dalam hati saja, atau ma’rifah (mengetahui) Allah dengan hati, bukan secara demonstrative, baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Oleh karena itu jika seseorang telah beriman tetapi dia bertingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani atau bahkan menyembah berhala menurut Murji’ah ia masih mukmin. Hal ini disebabkan karena keyakinan mereka bahwa iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman. Kredo Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah “Perbuatan tidak dapat menggugurkan keimanan, sebagaimana ketaatanpun tidak dapat membawa kekufuran”. Dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok ini memandang pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Murji’ah Moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya, tergantung dari dosa yang di lakukannya. Meskipun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksaan neraka. Ciri khas mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman, disamping tashdiq (ma’rifah)
c. Jabariah.      
Aliran Jabariyah Ekstrim
Aliran ini berpendapat, bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, Tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya karena tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak memunyai pilihan.
Aliran Jabariyah Moderat
Aliran ini berpendapat, bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.



d.      Qadariyah
Aliran Qodariyah menyatakan bahwa segala tingkah manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang di lalkukannya dan berhak mendapatkan hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. Semua perbuatan manusia adalah pilihannya sendiri, bukan oleh kehendak atau takdir Tuhan.
Aliran Qodariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Banyak ayat yang mendukung pendapat ini, misalnya dalam surat Al-Kahfi [18] ayat 29:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا (٢٩)
Artinya:
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

e.       Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia memiliki daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, mereka sefaham dengan Qodariyah dengan faham free will. Daya yang ada pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.
Dalam faham ini, Mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai fihak yang berkreasi untuk merubah bentuknya. Untuk membela fahamnya, mereka mengungkapkan firman Allah surat al-Sajdah (32) ayat:7:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ مِنْ طِينٍ (٧)
Artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah

f.       Syiah
Para ulama dan para ahli berpendapat mengenai kalangan syi’ah, para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “Perpecahan” dalam islam yang memang mulai mencolok pada masa khalifah Usman Bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya ketika perang siffin, Rafidhah  menolak bahwa Allah senantiasa bersifat tahu. Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim. Sebagian besar mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum Ia menghendakinya. Ketika Ia menghendaki sesuatu, Ia pun bersifat tahu. Jika Ia tidak menghendaki, maka Ia tidak bersifat tahu. Makna Allah berkehendak menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan (taharraka harkah). Ketika gerakan itu muncul, Ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu. Mereka berpendapat pula bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu yang tidak ada.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa pengetahuan merupakan sifat dzat Allah dan bahwa Allah tahu tentang diri-Nya sendiri, tetapi Ia tidak dapat di sifati tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada. Sebagian yang lain berpendapat bahwa Allah senantiasa mengetahui dan pengetahuan-Nya merupakan sifat dzat-Nya. Ia tidak dapat disifati bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada, sebagaimana manusia tidak dapat disifati melihat dan mendengar sesuatu sebelum bertemu dengan sesuatu itu sendiri.
Begitulah penjelasan mengenai aliran – aliran ilmu kalam yang saya paparkan sesuai apa yang saya dapatkan dari berbagi referensi, selebihnya Saya berterimakasih kepada yang membca artikel ini semoga bermanfaat, dan dapat diambil hikmahnya.
nashrumminallahi wa fathun qarib wassalamualikumwarahmatullah wabarakatuh

sumber:Hadi Nur Dkk. 2013. Ilmu Kalam. Bandung: Kementrian Agama RI