Saya Wahyu Amarullah setelah beberapa waktu silam saya menjelaskan
pengalaman saya dalam mengenal tuhan dan kali ini saya akan menjelaskan
pengalaman saya dalam memahami aliran – aliran Ilmu Kalam, dalam hal ini saya
akan menjelaskan dengan gaya bahasa saya sendiri, semoga para pembaca bisa memahami dan tidak jenuh mendengar cerita
atau tulisan saya.
Langsung saja, dalam
pembelajaran Ilmu Kalam kita pernah mendengar aliran- aliran dalam ilmu kalam
apasih sebenarnya adanya sebuah aliran tersebut dan apasih tujuan utamanya
sehingga ada aliran- aliran dalam ilmu kalam, aliran ilmu kalam tergolong
menjadi beberapa bagian yaitu antara lain:
-
Khawarij dan Murji’ah
-
Jabariah Dan Qadariah
-
Mu’tazilah
-
Syiah
Kali ini mari saya akan sedikit gambarkan aliran –
aliran tersebut satu persatu sesuai apa yang saya dapatkan baik dalam buku –
buku maupun dari guru yang pernah mengajar ilmu kala m kepada saya yang
pertama.
a. Khawarij
Sebagai
kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologisnya terutama yang
berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politik daripada
ilmiah-teoritis. Satu perbedaan aliran khawarij dengan aliran lainnya adalah
mereka sangat mudah menghukumi “kafir” bagi orang-orang yang tidak mau
mengikutinya. Misalnya, Nafi’I bin Azraq yang digelari Amirul Mu’minin oleh
aliran Khawarij, memfatwakan bahwa barang siapa membantahnya maka dia adalah
kafir yang halal darahnya, halal hartanya dan halal anak istrinya. Dalil yang
mereka pakai untuk pendirian ini adalah Q.S. Nuh (71) ayat 26-27:
وَقَالَ
نُوحٌ رَبِّ لا تَذَرْ عَلَى الأرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (٢٦)إِنَّكَ
إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلا يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا (٢٧)
Artinya
:
“Nuh
mendo’a: Wahai Tuhanku! Jangan Engkau biarkan orang-orang kafir itu bertempat
tinggal dimuka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan tinggal, niscaya mereka
akan menyesatkan hamba-hamba Engkau, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak
yang jahat dan tidak tahu berterima kasih”.
Inilah
pendapat yang sangat keterlaluan dari Khawarij yang memakai kalimat orang-orang
kafir bagi orang Islam yang menjadi lawan politiknya. Kebenaran pernyataan
ini tidak dapat disangkal karena seperti yang diketahui bersama, Khawarij
muncul karena persoalan-persoalan teologis seputar masalah mu’min atau kafirkah
Ali, Muawiyah dan pengikutnya? Jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi
pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta
para pengikutnya telah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka
telah berbuat dosa besar. Dan semua pelaku dosa besar, menurut semua sub sekte
khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya.
Iman menurut aliran Khawarij bukan merupakan pengakuan dalam
hati dan ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah menjadi rukun iman
juga. Dan menurut aliran Khawarij, orang yang tidak melakukan shalat, puasa,
zakat, dan lain sebagainya yang diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir.
Jadi apabila sekarang mukmin melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu
termasuk kafir dan wajib diperangi serta boleh di bunuh. Harta bendanya boleh
dirampas menjadi harta ghanimah.
b.
Murji’ah
Aliran Murji’ah membentuk suatu faham
dalam ushuluddin yang berbeda dengan aliran Khawarij, syi’ah dan Ahlussunnah.
Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim
di hadapan Tuhan, karena Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Aliran Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya
golongan Murji’ah terbagi kepada dua golongan besar yaitu “golongan ekstrim”
dan “golongan moderat”.
a.
Murji’ah ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan
terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya
menggambarkan apa yang ada di hatinya. Oleh karena itu segala ucapan dan
perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser
atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di hadapan Tuhan.
Dosa bagi aliran Murji’ah tidak menjadi sebuah masalah, kalau ada
iman dalam hati. Mereka berpendapat bahwa iman adalah tashdiq dalam hati
saja, atau ma’rifah (mengetahui) Allah dengan hati, bukan secara
demonstrative, baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Oleh karena itu jika
seseorang telah beriman tetapi dia bertingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani
atau bahkan menyembah berhala menurut Murji’ah ia masih mukmin. Hal ini
disebabkan karena keyakinan mereka bahwa iqrar dan amal bukanlah
bagian dari iman. Kredo Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah “Perbuatan
tidak dapat menggugurkan keimanan, sebagaimana ketaatanpun tidak dapat membawa
kekufuran”. Dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok ini memandang pelaku
dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Murji’ah
Moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak menjadi
kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya, tergantung dari
dosa yang di lakukannya. Meskipun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa
Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksaan neraka. Ciri khas
mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari
iman, disamping tashdiq (ma’rifah)
c.
Jabariah.
Aliran Jabariyah Ekstrim
Aliran ini berpendapat, bahwa segala perbuatan manusia bukanlah
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, Tetapi kemauan yang
dipaksakan atas dirinya karena tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak memunyai pilihan.
Aliran Jabariyah Moderat
Aliran ini berpendapat, bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik
perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di
dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya.
d.
Qadariyah
Aliran
Qodariyah menyatakan bahwa segala tingkah manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang di lalkukannya
dan berhak mendapatkan hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. Semua
perbuatan manusia adalah pilihannya sendiri, bukan oleh kehendak atau takdir
Tuhan.
Aliran
Qodariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala
perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Banyak ayat yang mendukung pendapat
ini, misalnya dalam surat Al-Kahfi [18] ayat 29:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ
شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ
سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي
الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا (٢٩)
Artinya:
Dan Katakanlah:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.
e.
Mu’tazilah
Aliran
Mu’tazilah memandang manusia memiliki daya yang besar dan bebas. Oleh karena
itu, mereka sefaham dengan Qodariyah dengan faham free will. Daya yang
ada pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi, Tuhan tidak
dilibatkan dalam perbuatan manusia.
Dalam
faham ini, Mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia
berperan sebagai fihak yang berkreasi untuk merubah bentuknya. Untuk membela
fahamnya, mereka mengungkapkan firman Allah surat al-Sajdah (32) ayat:7:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ
مِنْ طِينٍ (٧)
Artinya:
Yang membuat
segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia
dari tanah
f.
Syiah
Para ulama dan para ahli berpendapat mengenai kalangan
syi’ah, para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “Perpecahan” dalam islam
yang memang mulai mencolok pada masa khalifah Usman Bin Affan dan memperoleh
momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib,
tepatnya ketika perang siffin,
Rafidhah menolak bahwa Allah senantiasa bersifat tahu.
Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim. Sebagian besar
mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum
kemunculannya.
Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu
sebelum Ia menghendakinya. Ketika Ia menghendaki sesuatu, Ia pun bersifat tahu.
Jika Ia tidak menghendaki, maka Ia tidak bersifat tahu. Makna Allah berkehendak
menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan (taharraka harkah). Ketika
gerakan itu muncul, Ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu. Mereka berpendapat
pula bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu yang tidak ada.
Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa pengetahuan merupakan sifat dzat Allah dan bahwa
Allah tahu tentang diri-Nya sendiri, tetapi Ia tidak dapat di sifati tahu
terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada. Sebagian yang lain berpendapat bahwa
Allah senantiasa mengetahui dan pengetahuan-Nya merupakan sifat dzat-Nya. Ia
tidak dapat disifati bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada,
sebagaimana manusia tidak dapat disifati melihat dan mendengar sesuatu sebelum
bertemu dengan sesuatu itu sendiri.
Begitulah
penjelasan mengenai aliran – aliran ilmu kalam yang saya paparkan sesuai apa
yang saya dapatkan dari berbagi referensi, selebihnya Saya berterimakasih
kepada yang membca artikel ini semoga bermanfaat, dan dapat diambil hikmahnya.
nashrumminallahi wa fathun qarib wassalamualikumwarahmatullah
wabarakatuh
sumber:Hadi Nur Dkk. 2013. Ilmu Kalam. Bandung: Kementrian Agama RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar