Kamis, 29 Oktober 2020

#2 Catatan Belajar Mandiri Konseling Nabawi | Substansi


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Baiklah para pembaca sekalian, jadi kali ini saya akan melanjutkan pembahasan sebelumnya. Kali ini kita fokus kepada pembahasan subtansi mengenai hubungan dengan keluarga. Yang mana akan terbagi menjadi tiga topik pembahasan atau sub-sub tema yang akan kita bahas yaitu: Keluarga sebagai pendidikan pertama, tanggungjawab anak terhadap keluarga dan peran kepala keluarga dalam membentuk karakter seorang anak.

Oke langsung saja, referensi yang akan saya ambil daripada pembahasan kali ini yaitu dari tausiyah para ustadz dan ada beberapa yang saya ambil dari tulisan orang lain, harapannya pembaca sekalian dapat mengambil pelajaran daripada tulisan saya sehingga bisa menerapkan di kehidupan sehari-hari.

Pembahasan yang pertama.

1. Keluarga sebagai pendidikan pertama. Kita sering sekali mendengar banyak daripada orang lain atau barangkali kita sendiri pernah berbicara didepan umum tentang keluarga sebagai pendidikan pertama untuk anak. Kita sadari bahwa tugas orang tua selain sebagi guru di rumah adalah sebagai pembimbing untuk anaknya, yang mana disinilah anak akan menerima berbagai macam stimulus gambaran dunia yang akan dijalani kedepan, bila pemahaman yang diberikan kepada anaknya baik maka jalan  anak tersebut akan baik pula.

sebagai orang tua harus mampu memberikan edukasi dan bimbingan yang baik agar pola pikir maupun tingkah laku anak menjadi baik. Maka tempat yang paling tepat untuk menanamkan pola pikir anak yaitu dalam keluarga. Ustadz Salim A Fillah berkata dalam salah satu ceramahnya, bahwa  anak-anak ketika belum berumur 10 tahun keatas, maka perlu ditanamkan kepada dirinya etos belajar, ibadah serta penanaman akhlak dan adab.

https://www.youtube.com/watch?v=-ddCuUVgf1c (Tausiyah Ust. Salim A Fillah)

2. tanggungjawab anak terhadap keluarga. Selain orang tua, anak pun mempunyai tanggungjawab kepada keluarganya, sama halnya dengan kita semua selaku anak mesti punya kewajiban terhadap keluarga. Allah Berfirman.

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Q.S. Al Isra’; 23).

Pada ayat tersebut menegaskan bahwa sebagai anak, bakti kepada orang tua merupakan hal yang wajib. Berbakti artinya melakukan kegiatan baik yang menyenangkan orangtua, bukan sekadar menghormati. Bahkan sekalipun orangtua kita bukan muslim, kita tetap diwajibkan berbakti. Kecuali jika kita diminta mempersekutukan Allah, jangan taati perintahnya, tetapi perlakukan dia sebaik mungkin selama masa hidupnya. Dalam ceramahnya Ustdaz Adi Hidayat berkata yang pada intinya seperti ini. ”Saking tingginya bakti itu sampai Allah menyandingkan setelah menyembah kepada Allah.” Kita boleh jadi pejabat tinggi, kita boleh jadi manajer disebuah perusahaan, tapi dihadapan orangtua ketika bakti diberikan, maka pahala akan dituliskan disitu.

https://www.youtube.com/watch?v=XBuSuSYUdzw (Tausiyah Ust. Adi Hidayat)

3. Kepala keluarga dalam membentuk karakter seorang anak. Orang tua dapat menjawab segala pertanyaan anak dengan jawaban yang sebenarnya atau jawaban fiksi yang merupakan karangan orang tua. Lalu orang tua dituntut untuk dapat memberi jawaban yang dapat memuaskan hati seorang anak, sekalipun jawaban itu dirasanya sangat sulit dipahami oleh anak karena pertanyaannya yang bersifat sensitif. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan dari seorang anak, pendidikan mengenani moral dan budi pekerti dapat ditanamkan. Karena penanaman inilah modal utama bagi pikiran anak-anak, sumber informasi pertama yang didapat maka akan dijadikan sebagai model dalam perilaku dan sifat seorang anak.




Rabu, 07 Oktober 2020

#1 Catatan Belajar Mandiri Konseling Nabawi




NIM        : 181520164 
NAMA    : WAHYU AMARULLAH
KELAS  : BKI 5/E
MK          : KONSELING NABAWI  




    Hari ini, Senin, 5 Oktober 2020, saya mulai mengerjakan tugas Konseling Nabawi sebagai bagian dari Mata Kuliah di semester 5 ini, yang mana pada konsep belajar pada semester ini, yaitu lebih kepada belajar secara mandiri, yang dimulai dari membuat peta belajar sendiri, lalu mencari bahan pembelajaran atau referensi sendiri, dan menuliskannya pada lembar kosong yang terdapat di blog masing-masing, untuk dipertanggungjawabkan dan disetor kepada dosen pengampu.
 

Kemudian konsep pertama/Sub Tema yang akan saya pilih yaitu tentang teori “Konselor Menurut Konseling Nabawi”. Teori ini akan saya bagi menjadi beberapa sub tema diantaranya, Konseling Nabawi : Bimbingan dan konseling pendidikan Islam, nabi Muhammad sebagai konselor Profesional, Fungsi Bimbingan Konseling Rasulullah. Sebelum kita mulai pembahasan mengenai bimbingan konseling pendidikan Islami, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu Bimbingan dan apa itu Konseling.

Prayitno dan Erman Amti (2004 : 99) menjelaskan bimbingan adalah Proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu , baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Sofyan S. Willis (2007: 17-18), secara historis asal mula pengertian konseling adalah untuk memberi nasehat, seperti penasehat hukum, penasehat perkawinan, dan penasehat camping anak-anak pramuka. Menurutnya konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.

Bimbingan dan konseling pendidikan Islam Agama Islam sangat concern terhadap pendidikan. Ayat yang pertama turun adalah surat Al Alaq ayat 1 - 5, yang menegaskan agar pemeluk agama Islam mempelajari dengan dengan sungguh-sungguh terhadap segala sesuatu yang telah diciptakan Allah SWT. Allah SWT pencipta alam semesta (Sang Khalik), sedangkan segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah SWT (mahluk). Kemampuan yang dimiliki manusia tidak akan mampu menandingi kemahakuasaan Allah SWT. "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat darn orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana " (Qs. Ali- Imran, 3: 18).

Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan cara penasehatan yang dilakukan Rasulullah kepada sahabat. Sebagai contoh, dalam layanan konseling seorang pembimbing atau konselor haruslah sungguh-sungguh, ihklas, sabar, tidak mudah lari dari masalah dan lemah lembut kerena sesungguhnya keseriusan dan kesadaran sangat diperlukan dalam proses konseling.

Layanan dan nasehat yang dijalankan Rasulullah kepada para sahabat dalam mengajak melaksanakan yang ma’ruf, Rasul melaksanakan dengan sungguh-sungguh, sabar, lemah lembut, dan penuh bijaksana. Sikap Rasul dalam memberi layanan yang kondusif dan lemah lembut diabadikan dalam al-Qur’an pada surah al-Imran ayat 159:

Maka disebabkan rahmad dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.

Sifat-sifat mulia dan agung yang dicontohkan Rasulullah dalam memberi layanan dan panasehatan kepada klien dari sifat dan sikap yang dituntut dari seorang konselor profesional seperti yang dirumuskan oleh Persatuan Bimbingan Jabatan Nasional yaitu Nasional Vocational Guidance Association seperti yang dikutip oleh Sukardi (1983 : 61) yaitu interes terhadap orang lain, sabar, peka terhadap berbagai siakap dan reaksi, memiliki emosi yang stabil dan objektif, sungguh-sungguh respek terhadap orang lain,dan dapat dipercaya. Kemudian Rasulullah juga menerapkan fungsi perbaikan, yaitu bimbingan dan konseling yang berfungsi untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan yang pernah dilakukannya, baik dalam berpikir, berperasaan, dan berkehendak. Konselor melakukan intervensi agar konseli dapat berpikir secara sehat, lebih rasional, sehingga dapat mengarahkan konseli kepada tindakan yang produktif dan normatif.

 

Agus Sukirno, (2018)Pengantar Bimbingan Konseling, A-Empat.