Sabtu, 06 April 2019

Review “AL-GHAZALI: THE ALCHEMIST OF HAPPINESS”


Film ini, secara garis besar menceritakan tentang kisah hidup salah satu ulama besar dan terbaik yang pernah Islam miliki sepanjang peradaban, yaitu Imam al-Ghazali, dan pencarian beliau tentang hal yang dapat memuaskan keraguan terdalamnya serta mencapai kecerahan spiritual. Dalam film ini al-Ghazali diceritakan dari beberapa sudut pandang. Yaitu dari sudut pandang tokoh al-Ghazali langsung yang diperankan oleh Ghorban Nadjafi, -dengan pengisi suara versi bahasa Inggris, Robert Powell- dari sudut pandang beberapa ahli, serta dari seseorang yang ingin memahami jejak al-Ghazali.

Pada awal cerita dalam film ini menampilkan seorang lelaki -yang tak disebutkan namanya- yang ingin memahami jejak al-Ghazali. Ia mengawali pencariannya menyusuri jejak al-Ghazali dengan mengunjungi sebuah tempat bernama Thus, Khurasan di timur laut Iran. Konon, di tempat itulah al-Ghazali lahir pada tahun 1058 dan di tempat yang sama juga diyakini bahwa akhirnya al-Ghazali kembali pada masa-masa akhir hidupnya serta dimakamkan jasadnya. Namun, mengenai pembaringan terakhir Sang Imam masih diliputi misteri. Pada salah satu bagian dalam film ini dinyatakan bahwa Imam al-Ghazali dimakamkan di sebuah tempat yang sering disebut sebagai Penjara Harun. Di sana terdapat sebuah tugu pusara yang sering dikunjungi banyak orang, terutama dari Pakistan dan Asia Tengah untuh berziarah. Namun, pada bagian lain di film ini ditunjukkan pula sebuah tempat yang diyakini sebagai tempat pemakaman Imam al-Ghazali.

Pada bagian selanjutnya mulai diceritakan kisah al-Ghazali kecil bersama keluarganya. Lalu diceritakan pula saat ayahnya akan meninggal, al-Ghazali dan adiknya –Ahmad Ghazali- dititipkan pada salah seorang sahabat terpercaya ayahnya. Kemudian, beliau menimba ilmu ke kota provinsi tetangga, Nisyapur di kelas al-Juwaini. Hal ini sangat wajar mengingat beliau adalah orang yang haus ilmu pengetahuan sejak kecil dan dijuluki sebagai anak ajaib dan menghabiskan seluruh peluang intelektual di kotanya, di awal remaja.

Seiring bergulirnya putaran waktu, al-Ghazali kian dikenal keahliannya. Ia mencapai puncak aktualisasi diri dengan baik. Namun, di suatu waktu beliau merasa dirinya begitu palsu. Beliau akhirnya mencapai krisis dalam hidup yang membuatnya jatuh sakit. Setelah berwaktu-waktu dan badannya mulai berangsur membaik. Beliau memutuskan pergi meninggalkan keluarganya dan segala hal duniawi yang beliau miliki untuk berkelana menemukan keyakinan yang dapat menjawab semua keraguannya. Dalam perjalanannya, Imam al-Ghazali mencari kebenaran Tuhan di alam liar. Berkelana melalui gurun dan hutan. Tawakal bahwa Tuhan akan mencukupi kebutuhan manusia, dan berusaha terus mengingat-Nya. Setelah bertahun-tahun berkelana, pada akhirnya beliau memutuskan untuk kembali pulang karena permintaan berulang kali dari keluarganya dan menantikan kepulangannya. Setelah kepulangannya, para ahli kalam, para filsuf, dan para santri terus mengetuk pintu rumahnya untuk bertemu Imam al-Ghazali, namun beliau tak pernah menemui mereka. Hingga akhirnya, pada hari Senin, 11 Desember 1111 al-Ghazali wafat setelah salat subuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar